Monday, February 13, 2012

Membangun kepercayaan dengan obat-obatan tradisional

Ida Ayu Rusmarini

Tidak ada yang meragukan Indonesia adalah sebuah negara kaya akan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Salah satu manfaat keanekaragaman hayati ini adalah menyediakan berbagai macam jenis tanaman yang bisa dijadikan tanaman obat. Namun karena keterbatasan pemahaman dan keinginan masyarakat sekitar untuk mengenalnya, potensi keanekaragaman hayati ini terabaikan serta tidak dimanfaatkan secara optimal.

Banyaknya tanaman-tanaman liar dan tanaman yang ada disekitar yang bisa dijadikan tanaman obat dan merasa prihatin dengan kemiskinan yang melanda warga di sekitar kampungnya, serta banyak anak-anak yang putus sekolah membuat Ida Ayu Rusmarini (52 tahun) kembali ke kampung halaman dan berbuat sesuatu untuk mereka. Berbekal dengan pengetahuan tentang pertanian dan tanaman-tanaman obat Ida Ayu Rusmarini mengajak mereka yang tinggal di Banjar Tunom, Desa Singakerta, Kecamatan Ubut, Kabupaten Gianyar-Bali mengenali tanaman sekitar dan mengenali khasiatnya.

Lulusan Magister Pertanian Universitas Udayana yang sering dipanggil Ibu Dayu ini sudah lebih dari lima belas tahun mendampingi dan mengajari warga sekitar untuk mengenal tanaman-tanaman langka dan tanaman obat. Ibu Dayu juga mengajarkan cara pijat kesehatan dan massage kepada para ibu-ibu yang kurang mampu dan bebeberapa perempuan yang ditinggal suami. Saat ini hampir semua dampingan Ibu Dayu sudah punya usaha sendiri yaitu spa dan massage, salon, penjualan bibit-bibit tanaman obat dan tanaman langka serta usaha memasak makanan khas bali. "Saya ingin ibu-ibu disini bangkit dari keterpurukannya. Menunjukkan kemampuan mereka untuk menjalani kehidupan dan tidak bergantung kepada orang lain. Sekarang mereka semua sudah mampu menyekolahkan anak-anak mereka. Tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah" ungkap Ibu Dayu ketika saya berkunjung ke rumahnya.

Sekarang masyarakat sudah mulai  mengenal jenis tanaman yang bermanfaat untuk obat. Mereka sudah menanam  tanaman obat, tanaman langka, tanaman upakara dan tanaman lainnya di pekarangan rumah dan di sekolah-sekolah.

Tidak sekedar mengarahkan dan memberi teori, Ibu Dayu membuktikan apa yang sudah diucapkannya. Lahan disekitar rumahnya yang memiliki luas sekitar 1,5 ha sudah ia tanami 384 jenis tanaman langka, tanaman obat dan tanaman upakara. Berbagai jenis tanaman obat seperti kluwek, majegau, buah base-base, daun prasman, bakung putih, kumis kucing dan lain-lain tumbuh liar disamping rumahnya. Ia mengungkap bahwa tanaman-tanaman obat ini tidak perlu diberikan perlakukan khusus. Tanaman obat ini harus tumbuh liar setelah ditanam agar khasiatnya maksimal. Jika dirawat dan diberikan pupuk khasiat tanaman  tersebut akan berkurang.

Ibu Dayu sudah membentuk kelompok yang bernama Putri Toga Lurus Limbung Puri Damai yang anggotanya terdiri dari 45 KK. Selain menanam berbagai tanaman obat, Ibu Dayu juga mengajarkan kelompoknya membuat minyak penyubur rambut, membuat lulur, cara massage, memasak, mengajar tari untuk anak-anak dan lain-lain. Hasilnya, sudah banyak ibu-ibu dampingannya yang membuka usaha sendiri. Halaman rumah penduduk sekitar sudah penuh dengan tanaman-tanaman obat-obatan. Anak-anak disekitarnya pun sudah bisa menari tarian bali. Tanaman obat yang ditanam warga akan ia beli jika dia membutuhkan tanaman-tanaman obat tersebut untuk pengobatan di kiniknya. Ada beberapa warga yang sudah rutin menjual dedaunan yang sudah dipotong-potong ke klinik. Saat ini hampir seluruh Bali sudah ia kunjungi untuk memberikan penyuluhan dan penjelasan mengenai tanaman-tanaman obat tradisional Bali. Bukan hanya menyadarkan warga sekitar Bali, Ibu Dayu juga sudah mengajak sekitar 30 rumah makan dan hotel terkenal di Ubut dan Denpasar untuk menerapkan bio watertreatment dalam mengelola limbah cairnya. Membuat bak-bak penampungan sementara dan ditanami tenaman-tanaman penyerap B3 sebelum disalurkan ke sungai ataupun ke sawah-sawah penduduk.

Nyoman Wendri warga Banjar Tunom mengungkapkan bahwa Ibu Dayu adalah orang yang sangat perhatian kepada ibu-ibu sekitar dan kepada anak-anak. Memberikan pendampingan dan pembelajaran kepada warga sekitar secara sukarela. Ibu Dayu juga melatih anak-anak agar pandai menari tarian-tarian Bali. "Dia ingin mengangkat martabat dan derajat perempuan. Tidak pernah pilih-pilih dalam bergaul dan mengajari orang. Kami semua datang dan belajar karena dia berikan ilmunya secara gratis" katanya.

Mendampingi dan mengajari ibu-ibu agar bisa massage dan pijat kesehatan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan dan diterima oleh para suami. Dimata para suami pekerjaan sebagai ahli massage dan pijat adalah pekerjaan yang cenderung dipandang negatif. Cukup lama Ibu Dayu mencoba menjelaskan kepada para suami dari ibu-ibu yang diampinginya bahwa pekerjaan ini adalah murni perkerjaan yang membutuhkan kemampuan dan pekerjaan profesional. "Rumah saya pernah didatangi oleh salah seorang suami dari ibu-ibu yang saya dampingi. Dia marah-marah karena istrinya dikira akan dijadikan PSK karena diajarin pijat. Saya coba jelaskan dan beri pengertian bahwa kemampuan yang dimiliki sang istri nantinya bisa membantu ekonomi keluarga dan bisa membantu menyekolahkan anak-anak mereka. Itu terbukti sekarang. Sekarang sang suami sangat baik kepada kami. Dia bahkan ikut bantu kerjaan-kerjaan suami saya. Anak-anaknya membantu saya di rumah sepulang sekolah. Saya tidak mau mereka bekerja disini tapi tidak sekolah" ungkapnya. Dia juga menambahkan bahwa ada salah satu suami dari perempuan yang dia dampingi kembali lagi setelah sang perempuan tersebut sukses membuka usaha spa dan massage. Sebelumnya sang suami pergi ke Kalimantan dan meninggalkan sang istri.

Ibu Dayu mengungkapkan bahwa dengan peduli dan memperhatikan lingkungan manusia bisa hidup sehat. Jika manusia itu sehat dia akan menjadi cerdas. Penyakit datang dikarenakan lingkungan yang tidak bagus. Lingkungan terkecil sekalipun yaitu lingkungan di rumah tangga harus bagus. Di Bali, budaya menanam memang harus diterapkan. Apalagi di Bali banyak sekali upakara-upakara yang membutuhkan berbagai jenis tanaman. Tanaman yang dijadikan bahan-bahan upakara adalah tanaman-tanaman yang bisa dijadikan tanaman obat-obatan.

Walaupun lahir dari keluarga dokter dan banyak saudara-saudaranya yang menjadi dokter, Ibu Dayu tetap memperkenalkan khasiat obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman-tanaman sekitar dan tanaman langka. Ketika memulai obat-obatan tradisional masih banyak pasiennya yang meraba-raba dan coba-coba khasiat obat-obatan tradisional. Setelah mencoba banyak yang merasakan khasiat dari obat-obatan tradisional tersebut. Dia mengatakan bahwa reaksi obat-obatan tradisional memang lambat karena butuh waktu untuk diserap oleh tubuh. Berbeda dengan obat-obatan kimia yang reaksinya cepat. Tetapi saat ini banyak orang yang resisten dengan obat kimia dan banyak penemuan-penemuan penyakit yang tidak bisa terobati oleh medis. Oleh karena itu mereka cenderung kembali ke alam.

Sekarang sudah banyak yang datang ke klinik Ibu Dayu untuk berobat dengan obat-obatan tradisional atau obat herbal. 40% pasien yang datang ke Ibu Dayu adalah orang-orang asing atau mancanegara. Rata-rata pasien yang datang adalah pasien yang menderita penyakit degeneratif atau penyakit yang mengiringi proses penuaan, seperti penyakit kanker, jantung, diabetes, stroke dan osteoporosis. 78% pasien yang datang adalah penderita kanker. Ibu Dayu tidak pernah mematok harga bagi warga sekitar ketika datang berobat. “Saya adalah seorang dokter alam yang dibayar dengan pisang, ubi dan sayur-sayuran. Karena mereka yang datang berobat adalah orang yang tidak mampu membayar dengan uang. Itu tidak masalah bagi saya. Saya senang bisa membantu mereka. Tapi klo orang-orang luar negeri memang ada harga khusus” ungkapnya.

Ida Ayu Rusmarini yang disaat masih muda sebagai seorang penari Bali ini sudah banyak memprakarsai kegiatan-kegiatan yang membantu kelestarian lingkungan, khususnya tanaman obat dan pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan dan anak-anak. Perempuan yang selalu semangat dan selalu tampil ramah ini telah melestarikan kembali terapi dan pengobatan tradisional Bali. Saat ini Ida Ayu Rusmarini menjadi salah satu nominator Kehati Award 2011. (EN)

Ibu Dayu sedang memberikan pelatihan pijat kesehatan kepada anggota kelompoknya
Ibu Dayu sedang mengajarkan tarian bali kepada anak-anak di sekitar rumahnya
bu Dayu menjelaskan beberapa tanaman yang ditanam untuk menyarap limbah B3 di bak-bak penampungan limbah di salah satu restoran di Ubut
Salah satu perempuan dampinngan Ibu Dayu telah sukses mendirikan usaha pembibitan


Wednesday, February 8, 2012

Di Pulau Adonara Menyelamatkan Sumber Pangan Lokal


Banyak yang mengenal Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah sebuah propinsi yang terkenal dengan tingginya angka kelaparan dan gizi buruk. Berita-berita tentang kasus ini sering kita dengar di berbagai media nasional. NTT juga dikenal sebuah kawasan yang kering dan memiliki curah hujan yang rendah.

Cerita berbeda akan kita dapatkan di sebuah pulau kecil di Flores Timur. Disaat pangan lokal mulai hilang. Di Pulau Adonara, seorang perempuan dayak kenayan bernama Maria Lorreta (43 tahun) yang tinggal di Dusun Waiotan, Desa Pajiniang mencoba menyelamatkan sumber-sumber pangan lokal. Berbagai jenis bibit sorgum lokal, padi hitam, jewawut, jelai, padi merah, jagung merah, jagung ungu, jagung pulut, wijen hitam, wijen coklat,dll ditanam di kebunnya. Semua tanaman lokal ini memiliki kandungan nutrisi dan bernilai ekonomi cukup tinggi, dimana produksinya semakin berkurang di indonesia, termasuk di NTT yang merupakan salah satu daerah penghasil utama pangan tersebut.

Dengan luas areal sekitar 30 hektar peninggalan keluarga suami yang tanamannya didominasi oleh tanaman kelapa dan kacang mete, Maria Lorreta bersama suami Jeremias D Letor (42 tahun) mencoba menyelamatkan sumber-sumber pangan lokal. Mulai tinggal di Flores Timur pada tahun 1999 dan memutuskan fokus bertani pada tahun 2005. Mereka menebang tanaman kelapa dan mete untuk digantikan dengan tanaman-tanaman sumber pangan lokal. Pada saat itu para keluarga suami dan warga sekitar tidak percaya mereka menebang kelapa dan kacang mete yang merupakan tanaman primadona bagi masyarakat Flores Timur.

Memulai dengan tanaman padi merah dan pepaya, sekarang kurang lebih seluas 3 hektar kebunnya sudah ditanami tanaman pangan lokal. Tanaman-tanaman ini ditanam bukan untuk dikomersialkan atau dijual disaat sudah panen, tetapi hanya untuk pembibitan dan sisanya dikonsumsi sendiri. Langkanya untuk memperoleh berbagai jenis bibit tanaman ini membuat Maria Lorreta ingin menyelamatkan berbagai jenis tanaman pangan khas Flores. “Saya jatuh cinta dengan sorgum atau watablolong gara-gara saya pernah disuguhi sepiring sorgum kukus ditaburi kelapa parut. Saya mencobanya dan ternyata enak sekali”. Saat itulah saya menanyakan bagaimana caranya bisa mendapatkan bibit sorgum. Ternyata bibit sorgum di Flores sudah langka dan sulit untuk didapatkan.

Maria Lorreta yang tinggal dirumah yang sangat sederhana ini mengajak masyarakat sekitar untuk ikut menanam sorgum. Lulusan fakultas hukum ini memberikan bibit gratis hasil kebunnya kepada petani agar ikut menanam tanaman-tanaman lokal. “Latar belakang saya membangun kebun bibit ini karena saya melihat akses petani untuk mendapatkan bibit susah, akses petani untuk ke pasar susah, dan keprihatinan saya terhadap benih-benih lokal yang semakin hilang. Daratan Flores 70% adalah lahan kering, tidak bisa mengandalkan beras daerah Flores” ungkap Maria Lorreta.

Tidak hanya mengembangkan tanaman pangan lokal sendiri di kebunnya. Maria Lorreta membentuk kelompok tani yang bernama Cinta Alam Pertanian juga mengajak petani-petani yang tersebar di Flores untuk kembali menanam tanaman pangan lokal. Kini Maria Lorreta sudah mendampingi 7 kelompok petani yang terdapat di Bab. Flores Timur, Ende, Manggarai Barat dan Nagekeo. Total luas lahan petani yang didampingi Maria Lorreta sudah mencapai kuarang lebih 11 ha. Penyadaran secara umum mengenai pelestarian pangan lokal alternatif terus dilakukan oleh Maria Lorreta.

Gabriel Demon (57 tahun) Ketua Gabungan Kelompok Tani Madabaipito yang tinggal di Desa Watowiti Kecamatan Ile Mandiri menyatakan bahwa petani di Flores Timur dulunya tanaman pangan lokal tetap berkesenambungan sejak dari zaman nenek moyang. Saat itu mereka tidak pernah merasakan kelaparan atau kekurangan sumber makanan seperti yang sering diberitakan. Tapi mulai tahun 70 an disaat masuknya tanaman-tanaman padi dan jagung yang penuh rekayasa genetika yang mempersingkat umur tanam disaat panen mudah diserang hama bubuk. “Klo dulu tanaman pangan lokal tidak. Didalam satu kebun kami tanam 5 macam jenis tanaman pangan lokal. Yang pertama padi jagung, kedua sorgum, ketiga jewawut yang kami tanam di sekeliling kebun. Dan terakhir kami tanam dela atau delay. Kami panen dan makannya bertahap. Pertama kami makan jewawut, yang kedua jagung, yang ketiga padi, yang keempat sorgum dan yang kelima dela. Ada lima sumber pangan didalam satu lahan tersebut. Jadi kami tidak pernah kelaparan” katanya.

Maria Lorreta yang saat ini masuk salah satu nominasi pemenang Kehati Award 2011 sangat berharap jika gizi dan nutrisi bayi dan anak-anak NTT bisa dipenuhi dengan pangan olahan lokal. Masyarakat NTT juga bisa memanfaatkan hasil olahan dari pangan lokal sebagai pangan alternatif untuk kue-kue anak sekolah dan juga cemilan yang dijual. Tidak lagi mengkonsumsi jajanan yang tidak bergizi dan terkadang mengandung bahan-bahan kimia yang membahayakan kesehatan sang anak.

Maria Lorreta telah memberikan kontribusi nyata dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati, khususnya spesies tanaman serelia, padi hitam dan padi merah yang jumlahnya semakin menurun di Indonesia, termasuk di NTT. Maria Lorreta juga sudah melakukan sebuah terobosan penting dalam menjaga ketahanan pangan di pulau-pulau kecil di NTT. (EN)
Tanaman sorgum lokal
Tanaman wijen lokal, jagung pulut dan padi hitam

Tanaman jagung lokal

Bibit sorgum, jagung lokal, jagung pulut, dan delay

Sajian nasi campur sorgum, ikan bakar, cumi goreng, sayur singkong dan sayur rumput laut

Pemandangan di depan rumah Maria Lorreta. Air tawar yang keluar deras dari bebatuan ketika air laut sedang surut